Kredo Puisi
Wednesday, February 10, 2016
Kredo Puisi | Gejala Sastra Kredo puisi adalah ungkapan persaksian yg mengandung wawasan estetik puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri. Kredo puisi ini mula-mula dimuat dalam majalah Horison No.12 Th.IX, Desember 1974, laman 361 dan kemudian dimuat menjadi pengantar deretan O (dalam O Amuk Kapak, 1981) yg lengkapnya berbunyi seperti dikutip sebagai berikut.
"kata-istilah bukanlah alat mengantarkan pengertian. beliau bukanlah seperti pipa yg menyalurkan air. kata-kata adalah pengertian itu sendiri. dia bebas. jikalau diumpamakan dengan kursi, kata ialah kursi itu sendiri dan bukan alat buat duduk. jikalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri serta bukan alat untuk memotong atau menikam. dalam kesehari-harian kata cenderung digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. disebut sebagai opas untuk menyampaikan pengertian. dan dilupakan kedudukannya yg merdeka sebagai pengertian.
kata-kata haruslah bebas dari penjajahan pengertian, dari beban idea. kata-kata wajib bebas memilih dirinya sendiri.
dalam puisi aku , aku bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yg membelenggu mereka mirip Kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yg dibebankan masyarakat pada kata-kata tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika.
Jika kata-kata sudah dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. sebab kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, serta menentukan kemauannya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, sebab kata yg umumnya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, sebab kebebasannya bisa menyungsang terhadap kegunaannya. Maka timbullah hal-hal yg tidak terduga sebelumnya, yg kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata aku abaikan bebas. pada gairahnya sebab sudah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas, mabʋk dan menelʌnjangi dirinya sendiri, mundar mandir berkali-kali menunjukkan muka serta belakangnya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri menggunakan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau Jika perlu membunuh dirinya sendiri buat memberikan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yg ingin dibebankan kepadanya.
sebagai penyair saya hanya menjaga–sepanjang tak Mengganggu kebebasannya–agar kehadirannya yg bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa menerima aksentuasi yg maksimal.
Menulis puisi bagi aku adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata di awal mulanya. pada mulanya – adalah kata. dan kata Pertama adalah Mentera. Maka menulis puisi bagi aku adalah mengembalikan kata pada Mentera.
Sutardji Calzoum Bachri, Bandung, 30 Maret 1973.
Dengan kredo puisinya itu, pembaca mendapat indera penting dalam memahami sajak Sutardji Calzum Bachri dan sekaligus juga tahu sikap kepenyairannya. dengan demikian, Kredo Puisi bisa dapat ditinjau sebagai pertanggungjawaban Sutarji Calzum Bachri pada memperlakukan bahasa untuk menciptakan puisi.
Sumber: http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Kredo_Puisi | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
"kata-istilah bukanlah alat mengantarkan pengertian. beliau bukanlah seperti pipa yg menyalurkan air. kata-kata adalah pengertian itu sendiri. dia bebas. jikalau diumpamakan dengan kursi, kata ialah kursi itu sendiri dan bukan alat buat duduk. jikalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri serta bukan alat untuk memotong atau menikam. dalam kesehari-harian kata cenderung digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. disebut sebagai opas untuk menyampaikan pengertian. dan dilupakan kedudukannya yg merdeka sebagai pengertian.
kata-kata haruslah bebas dari penjajahan pengertian, dari beban idea. kata-kata wajib bebas memilih dirinya sendiri.
dalam puisi aku , aku bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yg membelenggu mereka mirip Kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yg dibebankan masyarakat pada kata-kata tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika.
Jika kata-kata sudah dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. sebab kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, serta menentukan kemauannya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, sebab kata yg umumnya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, sebab kebebasannya bisa menyungsang terhadap kegunaannya. Maka timbullah hal-hal yg tidak terduga sebelumnya, yg kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata aku abaikan bebas. pada gairahnya sebab sudah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas, mabʋk dan menelʌnjangi dirinya sendiri, mundar mandir berkali-kali menunjukkan muka serta belakangnya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri menggunakan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau Jika perlu membunuh dirinya sendiri buat memberikan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yg ingin dibebankan kepadanya.
sebagai penyair saya hanya menjaga–sepanjang tak Mengganggu kebebasannya–agar kehadirannya yg bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa menerima aksentuasi yg maksimal.
Menulis puisi bagi aku adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata di awal mulanya. pada mulanya – adalah kata. dan kata Pertama adalah Mentera. Maka menulis puisi bagi aku adalah mengembalikan kata pada Mentera.
Sutardji Calzoum Bachri, Bandung, 30 Maret 1973.
Dengan kredo puisinya itu, pembaca mendapat indera penting dalam memahami sajak Sutardji Calzum Bachri dan sekaligus juga tahu sikap kepenyairannya. dengan demikian, Kredo Puisi bisa dapat ditinjau sebagai pertanggungjawaban Sutarji Calzum Bachri pada memperlakukan bahasa untuk menciptakan puisi.
Sumber: http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Kredo_Puisi | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,